Senin, 29 September 2014

Hasil Revisi Terjemahan Panca Kramaning Sembah



1.      Sembah puyung (tanpa sarana) :
Om ātmà tattvātmā suddha mām svāha
 (Tuhan, Atma atmanya kenyataan ini, bersihkanlah hamba)

2.     Sembah dengan sarana bunga putih ditujukan kehadapan Hyang Widhi dalam wujud sebagai Siwa Raditya (Sang Hyang Aditya) :
Om Āditya syā param jyoti
rakta tejo namo’stute
sveta pankaja madhyastha
bhaskarā ya namo'stute
(Tuhan dalam wujud Aditya yang Maha Hebat yang bersinar merah, hormat pada-Mu yang berada di tengah-tengah teratai putih sang pembuat sinar hormat pada-Mu)

3.      Sembah dengan sarana kwangen atau bunga warna-warni ditujukan kehadapan Ista Dewata :
Om nama deva adhi şţhanāya
sarva vyapi vai’Sivā ya
pādmasana eka pratişţha ya
ardhanaresvari ya namo namah
(Tuhan dalam bentuk para dewa yang bersemayam di segala tempat yang berada dimana-mana sesungguhnyalah adalah Siwa duduk di atas teratai adalah yang tunggal yang tidak memiliki sifat, hamba memuja-Mu)

4.      Sembah dengan kwangen atau bunga warna-warni sebagai pemberi anugrah :
Om anugraha mano hara
deva dattā nugrahakam
arcanam sarvā pujanam
namah sarvā nugrahaka
Deva devi maha siddhi
yajñanya nirmalatmaka
laksmí siddhis ca dirghāyuh
nirvighna sukha vrddhis ca
(Tuhan pemberi segala anugerah dalam bentuk pemujaan dan segala puja dan puji hormat pada-Mu pada semua pemberi anugrah

Dewa dan dewi yang maha sakti yang berwujud yadnya yang Maha Suci pemberi kebahagiaan dan kesejateraan panjang umur memberikan kesempurnaan dan kebahagiaan selamanya)


5.      Sembah tanpa sarana :
Om Deva suksma paramā acintya ya nama svāhā
(Ya Tuhan, dalam bentuk para dewa, yang tak terpikirkan yang Maha Tinggi dan gaib, hamba hormat pada-Mu)
 
Om Santih, Santih, Santih Om

Selasa, 23 September 2014

Panca Kramaning Sembah


PANCA KRAMANING SEMBAH

Tiap-tiap piodalan di Pura orang-orang sembahyang, disamping mempersembahkan banten. Demikianlah pula pada rerainan-rerainan lainnya seperti Galungan, Kuningan, Purnama Tilem dan sebagainya.
Pada Hari Raya Saraswati hamper semua murid sembahyang di sekolahnya masing-masing. Persembahyangan juga dilakukan pada waktu taur, pada waktu pemlaspas tempat-tempat suci dan sebagainya.
Ada sembahyang yang dilakukan sendiri-sendiri, ada sembahyang yang dilaksanakan bersama-sama yang diantar oleh seorang sulinggih. Agar persembahyangan itu berjalan dengan baik maka perlu adanya pedoman untuk itu. Berikut ini adalah pedoman sembahyang yang telah sitetapkan oleh MAHASABHA PARISADA HINDU DHARMA ke-VI.

A.    Persiapan Sembahyang
Persiapan sembahyang meliputi persiapan lahir dan batin. Persiapan lahir meliputi sikap duduk yang baik, pengaturan nafas dan sikap tangan. Teemsuk dalam persiapan lahir pula ialah sarana penunjang sembahyang seperti pakaian, bunga, dan dupa. Sedangkan persiapan batin ialah ketenangan dan kesucian pikiran. Langkah-langkah persiapan dan sarana-sarana sembahyang adalah sebagai berikut :
1.      Asuci laksana (kebersihan lahir batin)
2.      Pakaian (pakaian bersih dan tidak menarik perhatian orang lain)
3.      Bunga dan Kwangen (bunga segar, bersih dn harum)
4.      Dupa
5.      Tempat duduk (usahakan memakai alas duduk)
6.      Sikap duduk ( pria: padmasana, wanita: bajrasana)
7.      Sikap tangan (cakup ingkara kali)

B.     Urutan-Urutan Panca Sembah
1.      Sembah puyung
Oṁ Ātma tattvātmā suddha mām svāhā

2.      Menyembah Sang Hyang Widhi sebagai Sang Hyang Aditya
Oṁ āditya syāparaṁ jyoti
      rakta teja namo’stute
      sveta paṅkaja madhyastha
      bhāskarāya namo’stute

3.  Menyembah Sang Hyang Widhi sebagai Istadevata pada hari dan tempat persembahyangan
Oṁ nama deva adhiṣṭhanāya
      Sarva vyapi vai’sivāya
      Padmāsana ekapratiṣṭhaya
      Ardhanaresvaryai namo namah

4.      Menyembah Sang Hyang Widhi sebagai pemberi anugrah
Oṁ anugraha manoharam
      devadattānugrahaka
      arcanaṁ sarvāpūjanam
namah sarvānugrahaka
Deva devī mahāsiddhi
yajñanga nirmalātmaka
laksmī siddhisca dīrghāyuh
nirvighna sukha vṛddhisca

5.      Sembah puyung
Oṁ deva sukṣma paramācintyāya nama svahā

C.    Terjemahan
a)      Menurut DR. I Made Titib dalam buku yang berjudul Dinika Upasana (doa umat Hindu sehari-hari) halaman 41 – 43. Penerbit: Yayasan Kresna Kepakisan Tahun 1993.
1.      Sembah puyung
Om  atma, atmanya kenyataan ini, bersihkanlah hamba.

2.      Menyembah Sang Hyang Widhi sebagai Sang Hyang Aditya
Om, sinar surya yang maha hebat, Engkau bersinar merah, hormat kepada-Mu, Engkau yang berada ditengah-tengah teratai putih, hormat kepada_mu pembuat sinar.

3. Menyembah Sang Hyang Widhi sebagai Istadevata pada hari dan tempat persembahyangan
Om, kepada devata yang bersemayam pada tempat yang tertinggi, kepada Siva yang sesungguhnya berada dimana-mana, kepada devata yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai sebagai satu tempat, kepada Ardhanaresvari hamba memuja.

4.      Menyembah Sang Hyang Widhi sebagai pemberi anugrah
Om, engkau yang menarik hati pemberi anugrah, anugrah pemberian devata, pujaan semua pujaan, hormat pada-Mu pemberi semua anugrah.

5.      Sembah puyung
Om, hormat kepada dewata yang tak terpikirkan yang maha tinggi yang gaib.

1.      Sembah puyung
Oh keseluruhan yang lengkap, atma, atmanya kehidupan ini bersihkan dan sucikan diri hamba.

2.      Menyembah Sang Hyang Widhi sebagai Sang Hyang Aditya
Oh keseluruhan yang lengkap, sinar Surya yang maha hebat, hormat padaMU, yang berada ditengah-tengah teratai putih, hormatku padaMU wahai pembuat sinar.

3. Menyembah Sang Hyang Widhi sebagai Istadevata pada hari dan tempat persembahyangan
Oh keseluruhan yang lengkap, kepada dewata yang bersemayam pada tempat yang tinggi, kepada Hyang Siwa yang sesungguhnya berada dimana-mana, kepada dewata yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai, hamba memuja-MU.

4.      Menyembah Sang Hyang Widhi sebagai pemberi anugrah
Oh keseluruhan yang lengkap dan sempurna, yang memberikan anugrah dan menarik hati, anugrah dari dewata yang agung puja semua pujaan. Hormat padaMU wahai pemberi anugrah. Dewa dan dewi yang selalu berhasil, berbadan yadnya, suci, panjang umur, dan bahagia tanpa halangan.

5.      Sembah puyung
Oh keseluruhan yang lengkap dan sempurna, hormat kepada-Mu wahai dewata yang maha gaib dn tak terlukiskan

Selasa, 16 September 2014

Calonarang


Dramatari  Calonarang
            Kesenian tari arja “Calonarang” merupakan salah satu tarian sakral dari Bali yang sangat banyak digemari oleh masyarakat umum. Selain dari segicerita yang menarik, pada tarian ini juga seringkali menampilkan adegan-adegan yang sangat menegangkan yang mengandung unsur magis yang membuat tarian ini semakin diminati.
Tari Arja "Calonarang" biasanya identik dengan cerita antara perang dharma melawan adharma dimana disini disimbulkan dengan perwujudan Barong sebagai lambang kebenaran dan perwujudan Rangda sebagai simbol kejahatan.
Calonarang adalah cerita semi sejarah dari zaman pemerintahan raja Airlangga di Kahuripan (Jawa timur) pada abad ke IX. Cerita Calonarang adalah sebuah dramatari ritual magis yang melakonkan kisah-kisah yang berkaitan dengan ilmu sihir, baik itu ilmu hitam maupun ilmu putih. Ilmu hitam ini lebih dikenal dengan Pangiwa / Pangleyakan dan Panengen.
            Dramatari calonarang memadukan 3 unsur penting yaitu Babarongan yang diwakili oleh Barong Ket, Rangda dan Celuluk, Unsur Pagambuhan diwakili oleh Condong, Putri, Patih Manis ( Panji ) dan Patih Keras ( Pandung ) dan Palegongan diwakili oleh Sisiya-sisiya ( murid-murid ). Tokoh penting lainnya dari dramatari ini adalah Matah Gede dan Bondres. Untuk tabuh pengiring, dramatari Calonarang biasanya menggunakan Gamelan Semar Pagulingan namun sering juga dipakai gamelan Gong Kebyar.
Dari segi tempat pementasan, pertunjukan Calonarang biasanya dilakukan dekat kuburan ( Pura Dalem ) dan arena pementasannya selalu dilengkapi dengan sebuah balai tinggi ( trajangan atau tingga ) dan pohon pepaya.
            Pada tarian ini biasanya diambil cerita kuno yang berasal dari Jawa Timur yang mengisahkan tentang masa pemerintahan Raja Kediri yang saat itu dipimpin oleh Raja Airlangga. Disini diceritakan tentang adanya wabah penyakit yang tidak lazim yang melanda rakyat Kediri yang menyebabkan banyak diantara mereka meninggal dunia. Hal ini disebabkan tiada lain adalah ulah dari Walunating Dirah, seorang dukun sakti yang terkenal jahat. Walunating  Dirah membuat wabah penyakit secara magic yang menyebabkan banyak warga Kediri meninggal dikarenakan anaknya yang bernama Ratna Manggali ditolak menjadi permaisuri oleh Raja Airlangga. Menanggapi hal tersebut, kemudian Raja Airlangga  memutuskan untuk meminta pertolongan kepada seorang pendeta yang juga memiliki ilmu yang sangat tinggi yang bernama Mpu Baradah. Mendengar kejadian ini, Mpu Baradah lalu mengutus anaknya yang bernama Bahula untuk melamar Ratna Manggali anak dari Walunating Dirah. Hal ini dilakukan agar Mpu Baradah bisa mengetahui asal ilmu dan kesaktian yang dimiliki oleh Walunating Dirah. Singkat cerita setelah Bahula menikah dengan Ratna Manggali kemudian dia pun menjalakan misinya. Bahula berhasil mencuri salah satu kitab kesaktian milik mertuanya, Walunating Dirah kemudian dia pun menyerahkan kepada ayahnya Mpu Baradah. Kejadian ini kemudian diketahui oleh Walunating Dirah sehingga membuatnya murka. Maka dari itulah terjadi peperangan dharma melawan adharma antara Mpu Baradah danWalunating Dirah.
            Pada pementasan Arja calonarang ini ditampilkan dengan berisi adegan pemayatan yang di Bali dikenal dengan istilah Bangke Matah dimana adegan pemayatan ini menceritakan tentang wabah yang melanda rakyat Kediri yang membuat banyak dari mereka meninggal dunia. Adegan pemayatan ini dilakukan di Pura Dalem. Selain itu,ternyata adegan pemayatan ini juga memiliki fungsi yaitu sebagai penetralisir magic disekitar tempat acara pementasan. Oleh sebab itulah, maka pada saat acara pementasan arja calonarang dilengkapi adegan ‘Ngundang’ dari magic untuk membuat para penekun ilmu hitam agar mau mencoba kemampuannya untuk menggangu acara pementasan.



TARI CALONARANG, pengertian dari "Mandala Suci"
            Dalam kehidupan masyarakat Bali mengenal adanya istilah ‘Rwa Bhineda’, yang artinya adalah antara kebajikan dan kejahatan di dunia ini tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itulah maka para leluhur-leluhur Hindu di Bali membuat sebuah cara untuk mengurangi kejahatan yang digabungkan dengan Seni sehingga terciptalah Tarian Sakral Arja “Calonarang”.
            Konsep ini merupakan warisan yang diberikan oleh Dewata untuk mengurangi kejahatan di dunia ini. Pada saat pementasan  calonarang merupakan ajang bagi Dewi Durga untuk bersenang-senang yang disimbulkan dengan adanya tapakan rangda sebagai stana beliau. Dewi Durga adalah Sakti dari Dewa Siwa yang dikenal sebagai pemberi ilmu kepada para penekun ilmu hitam di Bali. Pada saat inilah konsep ini digunakan dengan adanya adegan pemayatan dan pengundangan. Pada adegan ini ditampilkan dengan adanya adegan yang mengundang semua penekun ilmu hitam agar mau datang dan mencoba kemampuanya. Secara Rohani atau Niskala para penekun ilmu hitam ini akan merasa tertantang dan mereka pun kemudian datang untuk mencoba kemampuanya untuk mencabut roh dari pada pemain yang berperan sebagai mayat yang dijadikan umpan. Namun mereka tidak mengetahui bahwa pada saat acara pementasan ini adalah ajang bagi Dewi Durga untuk bersenang-senang.Oleh sebab itu, karena Dewi Durga merasa terganggu dengan serangan yang dilakukan oleh anak buahnya sendiri para penekun ilmu hitam yang menyebabkan beliau menjadi marah maka dipotonglah kekuatan dari para penggangu ini.Disinilah terjadi proses penetralisir dari kekuatan magic itu sendiri.  Selain itu,tari calonarang juga memiliki fungsi untuk memperlihatkan kekuatan yang dimiliki dari  ajaran Agama Hindu dimana ditampilkan adegan Pengunyingan atau tarian keris. Adegan ini biasanya ditampilkan dengan Tarian rangda yang kemudian ditusuk oleh para pengunying menggunakan keris tetapi penari rangda ini tidak mengalami luka atau bisa dibilang kebal. Secara rohani atau niskala para penari  rangda ini telah dirangsuki oleh kekuatan dari dewi durga sehingga membuatnya kebal terhadap  tusukan keris. Hal ini bertujuan tiada lain adalah untuk memperlihatkan kepada umat Hindu semuanya bahwa di Agama Hindu memiliki kekuatan seperti itu yang langsung diterima dari Dewata sehingga para Umat Hindu semakin yakin dengan ajaran agamanya.
            Oleh sebab itu maka dapat disimpulkan bahwa Tari Arja “Calonarang” memiliki fungsi sebagai berikut :
  1. Sebagai ajang pelestarian seni dari warisan budaya dan leluhur.
  2. Sebagai penetralisir dari kekuatan ilmu hitam atau magic di sekitar tempat pementasan
  3. Sebagai ajang untuk memperlihatkan kekuatan dari Dewata untuk meyakinkan umat terhadap ajaran yang dimiliki agama Hindu.

Sumber :
 http://www.babadbali.com/seni/drama/dt-calonarang.html
http://priambudisaputra.wordpress.com/2012/10/29/calonarang/
http://yannusa.blogspot.com/2011/01/calonarang-adalah-cerita-semi-sejarah.html